Sabtu, 06 Desember 2008

PARA CALON DPD SUDAH MULAI KAMPAYEKAN DIRI



Hajatan pemilu 2009 sudah semakin dekat. Telah banyak spanduk, poster, baleho foto para calon beserta keterangannya memenuhi ruang-ruang publik. Dengan harapan, mereka dapat memperkenalkan diri secara efektif kepada masyarakat melalui media gambar tersebut. Seberapa efektifkah pemasangan baleho, poster, dan spanduk untuk kampanye? Setidaknya dengan menampilkan poster besar dan dipasang di tepi jalan besar yang tiap hari ratusan kendaraan dan orang lewat dengan sendirinya akan terbaca dan dikenal. Hal ini dapat dilihat dari hasil polling yang diadakan oleh BEM Untirta yang menjaring nama-nama calon DPD Banten. Dari responden para mahasiswa Untirta yang berjumlah 200 orang, sebanyak 51 % menjawab tidak tahu. Sedangkan dari para calon, nama Andika Hazrumi (anak Gubernur Banten aktif) mendapat suara terbanyak yakni 25 %, lalu disusul oleh Ali Suro (Dosen Untirta) yang juga menyalonkan dirinya jadi DPD mendapat 12 %, selebihnya 7 % dibagi buat Taufiqurrahman Ruki (Mantan Ketua KPK) 6 % dan Humaedi Hasan (Pengusaha dan Praktisi Pendidikan) sebanyak 1 %. Yang patut disayangkan dari polling tadi, kenapa tingkat kepedulian mahasiswa terhadap hingar bingarnya politik di luar sangat rendah, hal terlihat dari tingginya yang menjawab tidak tahu. Padahal yang akan mereka pilih ini adalah calon-calon wakil di eksekutif dan legislatif. Jika tidak benar nanti, sudah tentu akan demo oleh mereka habis-habisan. Kenapa mereka tidak mengawalnya para calon sejak dini sebelum pemilihan.

Berangkat dari hasil polling tadi, BEM Untirta menyelenggarakan acara berupa bedah visi misi para calon DPD Banten. Acara yang bertema Diskusi Publik "Kontroversi Peran Anggota DPD Antara Sensasi Pribadi dan Prestasi" dilaksanakan pada Rabu, 3 Desember 2008 pukul 13.00 Wib di Auditorium Universitas Tirtayasa (UNTIRTA) Serang. Dari 69 orang calon DPD Banten mereka memilih 5 nama berdasarkan polling tadi. Namun karena berbagai alasan teknis beberapa calon yang diundang tidak datang seperti Andika Hazrumi yang menurut panitianya batal hadir karena ada acara di luar. Sedangkan yang bisa hadir dan bersedia menyampaikan visi misi di depan civitas akademika Untirta saat itu adalah Taufiqurrahman Ruqi, Humaedi Hasan, M. Ali Suro, Isbandi, dan Matin Syarkowi. Meskipun demikian acara bedah visi misi dapat berjalan dengan meriah.

Format acara yang serupa dengan debat calon tersebut dipandu oleh seorang Dosen dari FISIP Untirta. Acara bedah visi misi tersebut dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama, para calon menyampaikan visi misi kurang lebih 5 menit. Selanjutnya, telah siap tiga orang panelis dari ahli Pendidikan, Ekonomi dan seorang Guru Besar Untirta untuk mengomentari dan mempertanyakan apa yang telah disampaikan calon. Sesi pertama untuk masing-masing calon dialokasikan waktu kurang lebih 15 menit. Kemudian sesi kedua, yakni pertanyaan dari para hadirin yang langsung ditujukan pada setiap calon yang duduk di depan. Sayangnya, dengan molornya waktu satu jam dari rencana semula, panitia tetap saja menampilkan acara-acara sekunder yang tidak penting. Sehingga semakin menambah saja rasa tidak nyaman di ruang auditorium yang kurang pencahayaan dan agak panas.

Satu persatu calon DPD menyampaikan visi misinya dimulai dari Taufiqurrahman Ruki. Dengan gaya retorikanya yang khas, cenderung keras dan sombong, ia memaparkan visi misinya. Modal kepemimpinan di KPK ia jual habis pada saat itu. “Target saya bukan jadi anggota DPD tapi ketua DPD, di KPK saja saya mampu kenapa DPD tidak?” tukasnya. Selain itu, KPK juga ia jadikan slogan kampanyenya yang ia cetak di stiker yang ia bagi-bagikan waktu acara tersebut. Pada lembaran itu tertulis KPK yang ia pakai untuk singkatan, K pertama “Kariman” yang bisa diartikan penuh kemuliaan. Lalu P “Patonah” (bukan Fatonah dalam lafal arab) yang bisa diartikan cerdas. K yang kedua ia tulis dengan “Kamil” yang bisa diartikan sempurna atau kesempurnaan. Dengan demikian ia merasa bahwa kepemimpinannya selama di KPK telah menyulap dirinya seperti di atas; penuh kemuliaan, cerdas dan sempurna. Sehingga ketika kembali ke daerah ia merasa yang paling laku dijual adalah dirinya dengan seabrek pangkat jabatannya dulu dari pada visi misi dan kerja nyata buat rakyat. Bukankah saat ia menjadi ketua KPK banyak juga kasus-kasus korupsi di Banten yang tidak ia perkarakan. Padahal dengan memperkarakannya, dengan begitu secara tidak langsung ia ikut berbuat nyata buat daerahnya dan rakyatnya. Tidak hanya sebatas retorika, bahwa ia telah banyak berjasa buat Banten, menjadi penasehat paguyuban warga Banten, salah satu tim koordinasi pembentukan Provinsi Banten, bahkan yang tidak kalah prestisiusnya adalah menjadi komisaris utama PT. Krakatau Steel yang kabarnya akan segera dijual dan kabarnya ia juga sudah mengundurkan diri tapi saat dibaca profilnya tetap ia katakan kalau masih aktif menjadi komisaris utama. Wallahua’lam. Satu hal yang patut dicatat positif yakni i’tikad baiknya untuk mewujudkan wakil rakyat yang bukan sekedar cerdas intelektual saja tapi juga secara spiritual. Yang kemudian oleh panelis disambungkan kepada topik pendidikan karakter di bangsa ini.

Tiba giliran calon berikutnya, H. Humaedi Hasan. Dengan penampilan sederhana ia mengenalkan siapa dirinya dan kenapa ia ingin mencalonkan diri pada pemilu 2009 nanti sebagai DPD. “Sejak kecil, saya hidup di kampung, mengaji dan bermain bersama yang lain. Kalau ada rumah janda yang roboh atau musibah, kita bergotongroyong membantu memperbaikinya. Sejak kecil saya bangga jadi orang Banten” ujarnya. Sebagai seorang pengusaha dan praktisi pendidikan nampaknya ia tidak suka mengumbar janji layaknya para politisi dan para mantan pejabat yang masih ingin kekuasaannya. Maka, pada kesempatan yang dikasih selama 5 menit saat itu ia tidak sama sekali menyampaikan visi misinya. Sehingga panelis yang bertugas pun merasa kesulitan untuk mengomentarinya dan memberikan beberapa pertanyaan. Akhirnya panelis melontarkan pertanyaan mendasar mengenai modal apakah yang dipunyai untuk maju sebagai calon DPD dan pemahaman terhadap tugas DPD di pusat. Kedua pertanyaan tersebut juga dijawab dengan dialogis bahwa ia merasa susah untuk meyakinkan para hadirin kenapa ia mencalonkan diri seperti halnya ia juga susah meyakinkan anaknya. Yang bisa ditangkap kemudian dari apa yang disampaikannya adalah panggilan moral bukan cari sensasi belaka.

Calon berikutnya adalah Isbandi. Umurnya relatif masih muda, masih 36 tahun. Sederet pengalaman organisasinya ia lampirkan pada makalah yang dibagi-bagikan pada hadirin semua. Makalah yang berjumlah 6 lembar dan berjudul Dialektika Peran Perwakilan Daerah – Reaktualisasi Peran DPD RI itu sedikit banyak mengulas mengenai realitas peran dan fungsi DPD yang masih kurang kuat dibanding lembaga DPR atau MPR. “Kendati peran DPD telah diatur secara tegas dalam undang-undang, namun ia masih memiliki keterbatasan dalam proses pelaksanaan fungsi legislasi” ujarnya. Penitikberatan tugasnya hanya ada pada sekitar masalah undang-undang dan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan otonomi daerah dan pemerintahan daerah. Selain mengupas tentang peran dan fungsi DPD laiknya sudah menjadi anggota DPD ia juga mengkampanyekan dirinya sebagai calon DPD pada seluruh hadirin. Isu calon muda dan pembaharu ia angkat. Slogan MANTAP (Muda, Amanah, Transparan, Adil dan Pembaharu) ia tulis besar-besar di belakang makalahnya. Saat itu, ia dan Taufiqurrahman Ruki yang bagi-bagi stiker dan selebaran poster.

Tak kalah semangat dengan lainnya, dosen Untirta, Ali Soera, yang juga calon DPD saat maju menyampaikan visinya. Umurnya juga masih tergolong muda. Dengan gaya aktivisnya ia menyampaikan visi misinya. “Meskipun saya tidak jadi anggota DPD atau gagal, saya tetap akan melakukan advokasi sosial yang selama ini memang bersama kawan-kawan lakukan” ungkapnya. Oleh karena itu makalah yang ia buat, ia interpretasikan tugas-tugas dan peran DPD sebagai wakil Daerah dalam bahasa advokasi. Makalah yang agak tebal seperti ulasan-ulasan presentasi ia kasih judul Dewan Perwakilan Daerah (DPD) : Dari Kotrak Sosial ke Advokasi Sosial. Sehingga yang menjadi misinya menjadi DPD adalah membangun advokasi di Lembaga Parlemen, suatu hal dan tugas yang sering dibahasakan oleh anggota-anggota legislatif dengan perjalanan dinas. Semoga berhasil misinya.

Sedangkan calon terakhir yang mendapat giliran adalah tokoh dari masyarakat Serang namanya Matin Syarkowi. Melihat gaya penyampaian dan apa yang disampaikan nampaknya ia sudah berpengalaman dalam mengikuti kampanye dan pencalonan. Menurut suatu sumber yang tidak disebutkan, sebelumnya ia juga pernah menyalonkan diri namun gagal. “Kita bisa menilai jika calon yang dipilih itu tolol, berarti rakyatnya yang memilih juga masih tolol, sudah tidak usah susah-susah menilai” ujarnya mengkritisi para calon yang hanya jualan poster saja tapi miskin ide dan gagasan. Ia harap masyarakat tidak tertipu lagi dengan gaya-gaya kampanye seperti itu. Siapa yang punya modal besar ia akan menang, pernyataan tersebut sudah tidak berlaku lagi. Masyarakat saat ini sudah cerdas dan kritis. Mereka ingin mencari wakil rakyatnya yang duduk di DPR maupun di DPD yang bisa mewakili daerahnya dan memperjuangkan aspirasi rakyat di daerahnya. Tidak seperti selama ini yang terjadi.

Para hadirin yang menyimak pidato singkat dan tanya jawab antara panelis dan calon juga diberi kesempatan untuk bertanya langsung. Beragam pertanyaan dan komentar dari hadirin ditujukan pada semua calon, terutama pada Taufiqurrahman Ruki. “Melihat banyak pertanyaan yang ditujukan pada saya ini mengindikasikan kalau saya calon paling favorit saat ini” katanya sambil tertawa. Pertanyaan mengenai willingness to change dalam politik di Indonesia ia jawab bukan hanya keinginan untuk berubah tapi berubah itu harus, to change is a must.

Di akhir acara, Professor diminta memberi closing statement oleh moderator. Dalam komentarnya sang Professor merasa senang dengan acara semacam ini. Dengan acara-acara seperti ini lembaga pendidikan, khususnya Perguruan Tinggi, punya peran dan andil dalam dunia demokrasi di Indonesia ini. Namun demikian para calon DPD sebagaimana calon-calon wakil rakyat lainnya di tingkat pusat agar jangan sampai melupakan bahwa Pendidikan adalah esensi dari kemajuan semuanya. Maka jangan sampai perhatian pada pendidikan diabaikan. Khusus untuk mencari figur wakil rakyat, ia memberikan pedoman dengan 5 K. K pertama adalah Konsep, harus jelas visi dan misinya yang tertuang dalam gagasan, ide dan cita-citanya. K kedua adalah Komitmen, apakah ia komit pada gagasan-gagasan yang ia terus menerus sampaikan sebagaimana juga akan diuji komitmennya pada rakyat. K ketiga adalah Konsisten, sejauh mana konsistensi dia terhadap gagasan dan komitmennya. K keempat adalah Kompetensi, jika punya gagasan, komitmen, dan konsisten tapi tidak kompeten, bagaimana bisa menjadi wakil rakyat. K yang kelima adalah Konektivitas, apakah jargon-jargon dan gagasan serta perbuatannya “konek” (nyambung) terhadap realitas masyarakat dan menjadi solutif buat masyarakat. Demikian yang bisa saya tangkap dari ujaran dari Professor. Namun sebelum kesempatan dikembalikan pada moderator untuk menutup, kembali Taufiqurrahman Ruqi nyeletuk “Kalau Pak Prof tadi hanya 5 K ada K yang keenam, K yang keenam adalah KPK”…sambil disambut ketawa kecut para hadirin…kampanye lagi, kampanye lagi.

Ciputat 4 Desember 2008

Tidak ada komentar:

Site Meter