Kamis, 18 Desember 2008

Surat dari Robi Muhamad

Dulur Humaedi,
ini ada sedikit artikel dari rekan kami, mungkin bisa membantu sebagai masukan.


Sedikitnya ada tiga alasan mengapa seseorang menjadi
golput.Pertama,
seseorang menjadi golput karena di luar kehendak; misalnya sebetulnya
ingin memilih tetapi karena suatu hal —misalnya sakit parah—dia tidak
memilih.Kedua, golput sebagai pernyataan politik yang mengisyaratkan
ketidakpercayaan pada sistem yang ada.Ketiga, golput menganggap memilih bukan
perilaku rasional karena tidak memberi keuntungan apa-apa bagi diri
sendiri.Untung-rugiSeseorang
dikatakan berperilaku rasional jika perilakunya didasarkan pada
penghitungan untung-rugi. Jika seseorang memilih perilaku yang paling
menguntungkan dirinya, perilaku itu dianggap rasional. Ikut memilih
dalam pemilihan presiden apakah rasional atau bukan? Apa untungnya
memberikan satu suara di antara ratusan juta suara lain?Memang
satu suara yang diberikan hampir pasti tidak memengaruhi hasil
pemilihan presiden. Di antara sekitar 170 juta pemilih, pengaruh satu
suara bisa diabaikan. Karena itu, kelihatannya memilih dalam pemilihan
presiden bukan tindakan rasional karena kemungkinan suara yang
diberikan memengaruhi hasil pemilu presiden amatlah kecil.Argumen
ini bisa diperluas, bukan hanya sekadar tindakan memilih tetapi juga
apakah rasional bagi kita untuk peduli proses pemilihan presiden secara
umum. Jika suara kita tidak bisa memengaruhi hasil pemilihan presiden,
untuk apa kita menghabiskan waktu dan energi mendengarkan janji-janji
yang disampaikan para calon presiden?Bagi masing-masing
individu, memilih memang tidak rasional. Tetapi hasil pemilihan ini
berdampak bagi 250 juta orang Indonesia. Misalkan, presiden baru
terpilih bisa meningkatkan kualitas hidup orang Indonesia sebesar Rp
100.000 secara rata-rata, maka memilih presiden mirip dengan mengambil
undian gratis dengan hadiah Rp 2,5 triliun.Jadi, meski kecil
kemungkinan suara pilihan kita menentukan pemenang pemilu presiden,
dampaknya amat besar. Dalam ilmu statistik, hal ini dikenal sebagai
peristiwa yang memiliki probabilitas kecil, tetapi nilai ekspektasinya
besar.Nilai ekspektasi adalah hasil perkalian dari probabilitas
kejadian dengan dampak kejadian sehingga meski probabilitasnya kecil,
jika dampaknya besar, ekspektasinya besar pula. Probabilitas adalah
konsep abstrak, tetapi nilai ekspektasi mempunyai nilai riil; dalam
contoh itu adalah uang Rp 2,5 triliun. Jadi, pilihan rasional bukan
memilih hanya berdasarkan probabilitas tertinggi, tetapi memilih
berdasarkan nilai ekspektasi tertinggi.Perilaku rasionalDari
paparan itu terlihat, memilih termasuk perilaku rasional, asal
keuntungan yang dimaksud bukan keuntungan pribadi tetapi keuntungan
sosial. Dengan kata lain, memilih berdasarkan dampak sosial memiliki
ekspektasi jauh lebih besar daripada memilih berdasarkan dampak
pribadi. Artinya, pemilih rasional tidak memilih kandidat yang
dipercaya akan memberi keuntungan pribadi, tetapi kandidat yang
dipercaya akan memberi keuntungan untuk seluruh rakyat.Hasil
penelitian beberapa ilmuwan politik di Columbia University, New York,
memperlihatkan pemilih di AS memilih berdasarkan keuntungan
(preferensi) sosial, bukan individu. Penemuan ini membantah pendapat
dari sebagian ekonom—misalnya ekonom Steven Levitt pengarang buku
populer Freakonomics—yang menganggap memilih dalam pemilu tidak
rasional karena tidak memberi keuntungan pribadi.Mencoblos dalam
pemilu bisa dianggap perilaku rasional. Kuncinya adalah memperluas
definisi perilaku rasional itu. Kebanyakan ekonom dan ilmuwan sosial
menganggap rasionalitas didasarkan keuntungan individu; di sini
rasionalitas sama dengan egoisme. Padahal, perilaku rasional dapat juga
didefinisikan bukan hanya sebagai perilaku yang memberikan keuntungan
pribadi, tetapi juga perilaku yang memberi keuntungan sosial.Dalam
kasus perilaku memilih dalam pemilu malah tidak rasional jika seseorang
bertindak egois. Sebab, seorang egois hanya memikirkan keuntungan
pribadi, sedangkan mencoblos dalam pemilu tidak memberi keuntungan
pribadi.Dalam konteks pemilihan umum jika Anda ingin menjadi
orang rasional, ikutlah memilih dan pilih kandidat yang dipercaya
membawa kebaikan bagi negara secara umum, bukan baik bagi Anda saja.
Jika Anda memilih hanya untuk kepentingan pribadi, Anda tidak rasional.

Salam,
Ris

Disunting dari Bantenlink.com, Kamis, 7 Agustus 2008

5 Calon DPD Umbar Janji ke Mahasiswa

SERANG – Lima calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Provinsi Banten mengumbar janji di depan puluhan mahasiswa Untirta, Rabu (3/12).
Dalam Diskusi Publik Kontroversi antara Sensasi Pribadi dan Prestasi itu, hadir Taufiqurahman Ruki, M Ali Soerohman, Humaedi Hasan, Isbandi, dan Matin Syarkowi, yang menyampaikan visi misi masing-masing.
Selain memaparkan visi dan misi, kelima calon anggota DPD itu juga membagikan materi yang berisi uraian visi dan misi mereka. Salah seorang panitia dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Untirta yang namanya tak ingin disebutkan mengungkapkan, sebenarnya para calon anggota DPD yang diundang tidak diperkenankan membagikan materi yang secara implisit dikatakan kampanye. “Seharusnya di materi jangan ada foto plus nomor urut. Kampanye sekali,” tuturnya.
Saat sesi penyampaian visi dan misi, Taufiqurahman Ruki mengatakan, agar para masyarakat memilih pemimpin berdasarkan kompetensi bukan popularitas semata. “Saya juga turut andil sebagai penggagas dalam pembentukkan Provinsi Banten, jadi saya pikir kalau yang mewakili daerahnya harus berdomisili di daerah tersebut,” tuturnya.
Sementara itu, Humaedi Hasan saat menyampaikan visi dan misinya justru lebih tepat dikatakan sebagai pengenalan diri. Selama waktu yang diberikan panitia yakni 15 menit, Humaedi lebih banyak menceritakan dirinya sendiri.

Radarbanten.com,Kamis, 04-Desember-2008, 08:18:18

Persoalan Etika Dinilai Telah Makin Ditinggalka

Dari Guar Budaya dan Pentas Seni Pandeglang
Etika sudah semakin ditinggalkan dalam kehidupan keseharian. Nilai luhur telah terkalahkan nilai benar dan salah. Dasar pemikiran tersebut menjadi bahan diskusi dalam dialog budaya beberapa elemen masyarakat Pandeglang, Sabtu (1/3).
MENES
PERSOALAN etika tampaknya sudah menjadi masalah akut di negeri ini. Bahkan beberapa kalangan menilai, munculnya masalah multidimensi di negeri ini juga akibat terjadinya degradasi moral di berbagai kalangan. Dengan keprihatinan ini, LSM Banten Heritage mencoba membahasnya dalam sebuah dialog yang melibatkan beberapa kalangan, seperti birokrat, politisi, tokoh masyarakat, budayawan, aktivis LSM, dan mahasiswa.
Dialog yang dikemas dalam Guar Budaya dan Pentas Seni Pandeglang ini digelar di Alun-alun dan Pendopo eks Kewedanaan Menes, Sabtu (1/3). Dari politisi tampak hadir Saris Priada, Babay Sujawadi, Akhmad Baehaki (DPRD), Dede Biul, Yayat Hasrat, dan Ade Humaedi Hasan (tokoh politik). Dari birokrat tampak, Kurdi Matin dan Ali Fadilah (Pemprov Banten), serta AKP Abdul Majid (Kasat Intelkam Polres Pandeglang). Pengusaha tampak Hadi Mulyana dan akademisi hadir Ali Nurdin (dekan FISIP Unma). Sementara dari aktivis LSM dan mahasiswa tampak Tb Nuruzaman, Edi S, Habibi Arafat, Herdiyansyah, Suhada, dan lain-lain.
Dalam dialog dengan format tanpa pembicara utama karena ingin menghilangkan kesan menggurui itu, terungkap keinginan yang kuat untuk membangun etika kehidupan berbangsa. Peserta dialog melibatkan banyak kalangan karena etika kehidupan berbangsa itu meliputi, etika politik pemerintahan, hukum dan keadilan, sosial budaya, keilmuan, lingkungan, dan ekonomi bisnis.
“Kami menilai, persoalan etika sudah semakin ditinggalkan dalam kehidupan keseharian. Nilai budi luhur telah terkalahkan oleh nilai benar dan salah. Kami berharap, dari dialog ini ada formulasi dan komitmen dari semua peserta dialog akan pentingnya membangun kembali etika kehidupan berbangsa,” ujar Saris Priada, peserta dialog yang diamini Suhada, Ketua Pantia Dialog dari LSM Banten Heritage.
Selain menghasilkan komitmen bersama dalam membangun etika kehidupan berbangsa, dipentaskan pula seni tradisional dan modern, seperti debus, ubrug, dan band. “Sebetulanya yang ingin kami angkat, tradisi urut Cimande pada bulan Mulud yang ada hampir di tiap desa,” kata Furkon, pimpinan debus Al Madad. (*)

radarbanten.com, Senin, 03-Maret-2008, 07:13:11

Konflik PPP Banten

SERANG- Konflik internal di tubuh DPW PPP Banten mengundang keprihatinan dari kader PPP. Salah satu kader PPP, Chumaedi Hasan, menilai para pengurus DPW PPP Banten sebaiknya islah.
“Itu menunjukkan dinamisme partai. Tapi kalau ada konflik tidak ada islah itu menunjukkan anarkisme dan arogansi partai,” kata Chumaedi dalam pernyataan tertulis yang diterima Radar Banten, Rabu (2/4).
“Jadi PakYayat (Sekretaris DPW PPP) dan Pak Dimyati harus islah. Kalau pemimpin saja gontok-gontokan kepada siapa masyarakat harus belajar dan bercermin,” sambungnya. Jika persoalan terletak pada Muscab DPC PPP Kota Serang yang belum sesuai AD/ART, kata Chumaedi, serahkan saja ke Majelis Pakar untuk mengkaji, menganalisa, dan memberikan fatwa.

Disunting dari Harian Radar Banten, Kamis, 03 April 2008

Pemaparan Visi Misi PPP Diundur

RANGKASBITUNG – Peta politik Pilkada Lebak terus berubah-ubah dan semakin memanas.
Suhu politik di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terus bergolak sebab hingga saat ini belum bisa dipastikan bakal calon bupati dan wakil bupati yang akan diusung partai berlambang Ka’bah tersebut. Bahkan, rencana penyampaian visi misi balon bupati dan wakil bupati yang telah mengembalikan berkas ke panitia penjaringan di PPP diundur sampai dengan waktu yang tidak ditentukan. Padahal panitia menjadwalkan akan menggelar visi misi bakal calon hari ini, Selasa (22/4) ini.
“Insya Allah, Rabu (23/4), PPP baru akan menggelar rapim untuk menentukan waktu digelarnya penyampaian visi misi. Mudah-mudahan bisa dilakukan pekan ini juga,” kata KH Wawan Gunawan, Ketua Tim Penjaringan Balon Bupati dan Wakil Bupati Lebak PPP, di sekretariat PPP, Senin (21/4).
Pengunduran jadwal penyampaian visi misi dengan waktu yang tidak ditentukan ini mengundang berbagai pertanyaan dari sejumlah pihak. Diduga kuat, PPP mengundurkan tahapan penjaringan karena ada beberapa poin kontrak politik yang belum deal dengan salah satu calon.
Salah satunya diungkapkan oleh Humaedi Hasan, mantan calon anggota DPR RI dari PPP. Kata dia, patut dipertanyakan mengapa penyampaian visi misi itu berubah tanpa kepastian waktu pengundurannya.
“Saya amat mencurigai ada skenario politik yang belum berjalan sehingga tahapan penyampaian visi misi harus diundur dengan waktu yang tidak ditentukan,” kata Humaedi Hasan, mantan calon anggota DPR Pusat dari PPP mengamati peta politik Pilkada di Kabupaten Lebak. (asa)

Rabu, 17 Desember 2008

Disiplin Ilmu (Panelis dalam acara MAPABA PMII Banten)

Minggu Malam, 14 Desember 2008, kurang lebih pukul 9.30 wib, setelah sejak pagi berkeliling bertemu dengan berbagai elemen masyarakat, H. Humaedi Hasan menjadi pembicara dalam acara MAPABA PMII yang diselenggarakan di Kadu Tomo, Jiput, Menes Pandeglang. Acara tersebut dihadiri oleh perwakilan-perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Banten.
Dalam sesi tanya jawab ada sebuah pertanyaan:"Mengapa sebagai khalifah fil Ardhi Nabi Adam dan Siti Hawa berada di surga dahulu?
Menjawab pertanyaan tersebut Humaedi Hasan memberikan penjelasan yang cukup baru dalam melakukan penafsiran sebuah kisah dalam al-Qur'an. Karena saat itu berbicara tentang disiplin ilmu pengetahuan, maka Humaedi Hasan menjawab pertanyaan tersebut dalam paradigma pengetahuan. Menurut Humaedi Hasan, proses penciptaan Adam sebagai khalifah di muka bumi adalah sebuah kisah ilmiah. Allah menciptakan wakil-Nya di muka bumi, dengan tujuan yang jelas, yakni mewakili-Nya membangun surga. Adam sang wakil, diberikan pengalaman langsung bagaimana memperlakukan bumi. Bumi yang kelak akan dipimpinnya harus punya target yang jelas, yakni menjadi surga, baldatun toyyibatun wa robbun ghafur.
Seandainya Adam dan Hawa dalam kapasitasnya sebagai khalifah fil ardhi tidak mengalami proses sebagaimana yang sudah digambarkan dalam Al-Qur'an; dimasukan ke surga dahulu, lalu diturunkan ke bumi, maka ilmu pengetahuan akan kesulitan melakukan verifikasi faktual/empirik. Manusia sebagai kahlifah fil ardhi adalah sebuah kesia-siakan dan hanya mitos.
Bagi Humaedi Hasan, tujuan ilmu pengetahuan sesungguhnya adalah bagaimana menjadikan manusia menjadi wakil Tuhan dalam rangka mewujudkan cita-cita Tuhan yang di muka bumi yang terangkum dalam sifat-sifat-Nya.
Dalam kerangka Ilmu pengetahuan yang meliputi aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis. jawaban kontemplatif Humaedi Hasan memiliki relevansi yang kuat. Menantangnya, apakah kisah-kisah dan persoalan-persoalan lain bisa dijawab dalam paradigma seperti ini, mari kita buktikan! Al-Quran sesuai dengan ilmu penegtahuan bukan hanya jargon!





Selasa, 09 Desember 2008

Dialog Aktual di TVRI 8 Desember 2008


Selasa malam, 8 Desember 2008 pukul 23.00 wib, menyaksikan Dialog Aktual dengan tema "Semangat Berkurban Dalam Menghadapi Krisis" di TVRI. Dialog tersebut di antaranya menampilkan Humaedi Hasan sebagai tokoh masyarakat Banten.
Banyak hal inspiratif yang dilontarkan oleh Humaedi Hasan dalam dialog tersebut. Berbicara tentang ibadah kurban, Humaedi Hasan mengatakan bahwa ibadah kurban harus sudah inhern sebagai kebutuhan, dan bukan karena tuntutan apalagi karena ingin dilihat(demonstratif).
Ketika muncul pertanyaan apakah mungkin kurban yang selama ini hanya difahami sebagaimana tuntunan syari'at, yakni menyembelih hewan, menjadi jawaban bagi krisis multidimensi yang sedang melanda negeri kita, seperti masalah pendidikan dan kemiskinan?
Humaedi Hasan mengatakan bahwa ibadah kurban sangat
bisa menjadi jawaban bagi berbagai persoalan. Dalam kaitan ini Humaedi Hasan memandang perlu mendudukan dulu apa yang menjadi rukun (dasar) dan tidak dalam agama kita. Kita mempunyai rukun Islam 5; sahadat, shalat, zakat, puasa dan naik haji. Ibadah kurban tidak termasuk ke dalam rukun, karena itu sangat perlu selalu melakukan konstektualisasi sesuai dengan ruang dan waktu. Jika selama ini ibadah kurban baru dilakukan sebatas tuntutan ibadah/ketaatan, dan masih bernilai konsumtif; karena setelah pemotongan, biasanya daging korban langsung dibagi-bagi habis. Maka sekarang dibutuhkan upaya pemberdayaan yang bernilai produktif dan menjadi jawaban terhadap persoalan-persoalan yang sedang dihadapi. Humaedi Hasan melontarkan gagasan progresif, bahwa sangat mungkin dan sangat bisa hewan diganti dengan buku, atau dengan membangun sekolah-sekolah dll., sesuai dengan kebutuhan dan situasi mendesak yang sedang dihadapi.
Menurut Humaedi Hasan, Tuhan sudah memberi pelajaran: Pertama, ketika Nabi Ibrahim diminta mengurbankan/menyembelih anaknya, Tuhan mengajarkan bahwa sesuatu yang dikurbankan haruslah sesuatu yang berharga dan dicintai. Kedua, Ismail diganti dengan domba, mengajarkan bahwa kontekstualisasi sudah dilakukan sendiri oleh Tuhan. Bayangkan jika sampai terjadi penyembelihan Ismail, siapa yang akan memakan dagingnya?
Persoalan kemudian adalah bagaimana secara teknis melakukan reformulasi potensi kurban yang yang tidak hanya memiliki daya vertikal, tetapi sekaligus horisontal, bernilai sosial dan menjadi jawaban bagi persoalan-persoalan sosial.
Dalam kaitan ini Humaedi Hasan, melihat bahwa secara teknis harus dilakukan melalui sebuah manajemen. Dan lagi-lagi Tuhan sudah memberi contoh tata aturan yang jelas, di antaranya manajemen shalat berjamaah. Sejak aturan berbaris, sampai kalau terjadi kesalahan sudah diatur sedemikian rupa. Dalam konteks ini, semangat berjamaah shalat, termasuk tanggungjawab kebersamaan terhadap kontrol/pengawasan kekhilafan /
kesalahan sangat potensial diterapkan dalam berbagai lembaga pengelolaan, baik itu lembaga bisnis, lembaga sosial, ormas, lembaga birokrasi termasuk perguruan tinggi.
Lalu bagaimana dengan Banten? Dalam pandangan Humaedi Hasan, Banten harus bersyukur memiliki mitos sebagai masyarakat agamis, heroik, bergotong royong dan memiliki sopan-santun. Persoalannya, gempuran kapitalisme yang melanda dunia tanpa pandang bulu dan begitu cepat menjadikan masyarakat Banten Shock culture sehingga belum mampu memformulasi diri dan bersiap dalam menghadapinya. Inilah yang harus dipikirkan secara bersama-sama

Sabtu, 06 Desember 2008

PARA CALON DPD SUDAH MULAI KAMPAYEKAN DIRI



Hajatan pemilu 2009 sudah semakin dekat. Telah banyak spanduk, poster, baleho foto para calon beserta keterangannya memenuhi ruang-ruang publik. Dengan harapan, mereka dapat memperkenalkan diri secara efektif kepada masyarakat melalui media gambar tersebut. Seberapa efektifkah pemasangan baleho, poster, dan spanduk untuk kampanye? Setidaknya dengan menampilkan poster besar dan dipasang di tepi jalan besar yang tiap hari ratusan kendaraan dan orang lewat dengan sendirinya akan terbaca dan dikenal. Hal ini dapat dilihat dari hasil polling yang diadakan oleh BEM Untirta yang menjaring nama-nama calon DPD Banten. Dari responden para mahasiswa Untirta yang berjumlah 200 orang, sebanyak 51 % menjawab tidak tahu. Sedangkan dari para calon, nama Andika Hazrumi (anak Gubernur Banten aktif) mendapat suara terbanyak yakni 25 %, lalu disusul oleh Ali Suro (Dosen Untirta) yang juga menyalonkan dirinya jadi DPD mendapat 12 %, selebihnya 7 % dibagi buat Taufiqurrahman Ruki (Mantan Ketua KPK) 6 % dan Humaedi Hasan (Pengusaha dan Praktisi Pendidikan) sebanyak 1 %. Yang patut disayangkan dari polling tadi, kenapa tingkat kepedulian mahasiswa terhadap hingar bingarnya politik di luar sangat rendah, hal terlihat dari tingginya yang menjawab tidak tahu. Padahal yang akan mereka pilih ini adalah calon-calon wakil di eksekutif dan legislatif. Jika tidak benar nanti, sudah tentu akan demo oleh mereka habis-habisan. Kenapa mereka tidak mengawalnya para calon sejak dini sebelum pemilihan.

Berangkat dari hasil polling tadi, BEM Untirta menyelenggarakan acara berupa bedah visi misi para calon DPD Banten. Acara yang bertema Diskusi Publik "Kontroversi Peran Anggota DPD Antara Sensasi Pribadi dan Prestasi" dilaksanakan pada Rabu, 3 Desember 2008 pukul 13.00 Wib di Auditorium Universitas Tirtayasa (UNTIRTA) Serang. Dari 69 orang calon DPD Banten mereka memilih 5 nama berdasarkan polling tadi. Namun karena berbagai alasan teknis beberapa calon yang diundang tidak datang seperti Andika Hazrumi yang menurut panitianya batal hadir karena ada acara di luar. Sedangkan yang bisa hadir dan bersedia menyampaikan visi misi di depan civitas akademika Untirta saat itu adalah Taufiqurrahman Ruqi, Humaedi Hasan, M. Ali Suro, Isbandi, dan Matin Syarkowi. Meskipun demikian acara bedah visi misi dapat berjalan dengan meriah.

Format acara yang serupa dengan debat calon tersebut dipandu oleh seorang Dosen dari FISIP Untirta. Acara bedah visi misi tersebut dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama, para calon menyampaikan visi misi kurang lebih 5 menit. Selanjutnya, telah siap tiga orang panelis dari ahli Pendidikan, Ekonomi dan seorang Guru Besar Untirta untuk mengomentari dan mempertanyakan apa yang telah disampaikan calon. Sesi pertama untuk masing-masing calon dialokasikan waktu kurang lebih 15 menit. Kemudian sesi kedua, yakni pertanyaan dari para hadirin yang langsung ditujukan pada setiap calon yang duduk di depan. Sayangnya, dengan molornya waktu satu jam dari rencana semula, panitia tetap saja menampilkan acara-acara sekunder yang tidak penting. Sehingga semakin menambah saja rasa tidak nyaman di ruang auditorium yang kurang pencahayaan dan agak panas.

Satu persatu calon DPD menyampaikan visi misinya dimulai dari Taufiqurrahman Ruki. Dengan gaya retorikanya yang khas, cenderung keras dan sombong, ia memaparkan visi misinya. Modal kepemimpinan di KPK ia jual habis pada saat itu. “Target saya bukan jadi anggota DPD tapi ketua DPD, di KPK saja saya mampu kenapa DPD tidak?” tukasnya. Selain itu, KPK juga ia jadikan slogan kampanyenya yang ia cetak di stiker yang ia bagi-bagikan waktu acara tersebut. Pada lembaran itu tertulis KPK yang ia pakai untuk singkatan, K pertama “Kariman” yang bisa diartikan penuh kemuliaan. Lalu P “Patonah” (bukan Fatonah dalam lafal arab) yang bisa diartikan cerdas. K yang kedua ia tulis dengan “Kamil” yang bisa diartikan sempurna atau kesempurnaan. Dengan demikian ia merasa bahwa kepemimpinannya selama di KPK telah menyulap dirinya seperti di atas; penuh kemuliaan, cerdas dan sempurna. Sehingga ketika kembali ke daerah ia merasa yang paling laku dijual adalah dirinya dengan seabrek pangkat jabatannya dulu dari pada visi misi dan kerja nyata buat rakyat. Bukankah saat ia menjadi ketua KPK banyak juga kasus-kasus korupsi di Banten yang tidak ia perkarakan. Padahal dengan memperkarakannya, dengan begitu secara tidak langsung ia ikut berbuat nyata buat daerahnya dan rakyatnya. Tidak hanya sebatas retorika, bahwa ia telah banyak berjasa buat Banten, menjadi penasehat paguyuban warga Banten, salah satu tim koordinasi pembentukan Provinsi Banten, bahkan yang tidak kalah prestisiusnya adalah menjadi komisaris utama PT. Krakatau Steel yang kabarnya akan segera dijual dan kabarnya ia juga sudah mengundurkan diri tapi saat dibaca profilnya tetap ia katakan kalau masih aktif menjadi komisaris utama. Wallahua’lam. Satu hal yang patut dicatat positif yakni i’tikad baiknya untuk mewujudkan wakil rakyat yang bukan sekedar cerdas intelektual saja tapi juga secara spiritual. Yang kemudian oleh panelis disambungkan kepada topik pendidikan karakter di bangsa ini.

Tiba giliran calon berikutnya, H. Humaedi Hasan. Dengan penampilan sederhana ia mengenalkan siapa dirinya dan kenapa ia ingin mencalonkan diri pada pemilu 2009 nanti sebagai DPD. “Sejak kecil, saya hidup di kampung, mengaji dan bermain bersama yang lain. Kalau ada rumah janda yang roboh atau musibah, kita bergotongroyong membantu memperbaikinya. Sejak kecil saya bangga jadi orang Banten” ujarnya. Sebagai seorang pengusaha dan praktisi pendidikan nampaknya ia tidak suka mengumbar janji layaknya para politisi dan para mantan pejabat yang masih ingin kekuasaannya. Maka, pada kesempatan yang dikasih selama 5 menit saat itu ia tidak sama sekali menyampaikan visi misinya. Sehingga panelis yang bertugas pun merasa kesulitan untuk mengomentarinya dan memberikan beberapa pertanyaan. Akhirnya panelis melontarkan pertanyaan mendasar mengenai modal apakah yang dipunyai untuk maju sebagai calon DPD dan pemahaman terhadap tugas DPD di pusat. Kedua pertanyaan tersebut juga dijawab dengan dialogis bahwa ia merasa susah untuk meyakinkan para hadirin kenapa ia mencalonkan diri seperti halnya ia juga susah meyakinkan anaknya. Yang bisa ditangkap kemudian dari apa yang disampaikannya adalah panggilan moral bukan cari sensasi belaka.

Calon berikutnya adalah Isbandi. Umurnya relatif masih muda, masih 36 tahun. Sederet pengalaman organisasinya ia lampirkan pada makalah yang dibagi-bagikan pada hadirin semua. Makalah yang berjumlah 6 lembar dan berjudul Dialektika Peran Perwakilan Daerah – Reaktualisasi Peran DPD RI itu sedikit banyak mengulas mengenai realitas peran dan fungsi DPD yang masih kurang kuat dibanding lembaga DPR atau MPR. “Kendati peran DPD telah diatur secara tegas dalam undang-undang, namun ia masih memiliki keterbatasan dalam proses pelaksanaan fungsi legislasi” ujarnya. Penitikberatan tugasnya hanya ada pada sekitar masalah undang-undang dan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan otonomi daerah dan pemerintahan daerah. Selain mengupas tentang peran dan fungsi DPD laiknya sudah menjadi anggota DPD ia juga mengkampanyekan dirinya sebagai calon DPD pada seluruh hadirin. Isu calon muda dan pembaharu ia angkat. Slogan MANTAP (Muda, Amanah, Transparan, Adil dan Pembaharu) ia tulis besar-besar di belakang makalahnya. Saat itu, ia dan Taufiqurrahman Ruki yang bagi-bagi stiker dan selebaran poster.

Tak kalah semangat dengan lainnya, dosen Untirta, Ali Soera, yang juga calon DPD saat maju menyampaikan visinya. Umurnya juga masih tergolong muda. Dengan gaya aktivisnya ia menyampaikan visi misinya. “Meskipun saya tidak jadi anggota DPD atau gagal, saya tetap akan melakukan advokasi sosial yang selama ini memang bersama kawan-kawan lakukan” ungkapnya. Oleh karena itu makalah yang ia buat, ia interpretasikan tugas-tugas dan peran DPD sebagai wakil Daerah dalam bahasa advokasi. Makalah yang agak tebal seperti ulasan-ulasan presentasi ia kasih judul Dewan Perwakilan Daerah (DPD) : Dari Kotrak Sosial ke Advokasi Sosial. Sehingga yang menjadi misinya menjadi DPD adalah membangun advokasi di Lembaga Parlemen, suatu hal dan tugas yang sering dibahasakan oleh anggota-anggota legislatif dengan perjalanan dinas. Semoga berhasil misinya.

Sedangkan calon terakhir yang mendapat giliran adalah tokoh dari masyarakat Serang namanya Matin Syarkowi. Melihat gaya penyampaian dan apa yang disampaikan nampaknya ia sudah berpengalaman dalam mengikuti kampanye dan pencalonan. Menurut suatu sumber yang tidak disebutkan, sebelumnya ia juga pernah menyalonkan diri namun gagal. “Kita bisa menilai jika calon yang dipilih itu tolol, berarti rakyatnya yang memilih juga masih tolol, sudah tidak usah susah-susah menilai” ujarnya mengkritisi para calon yang hanya jualan poster saja tapi miskin ide dan gagasan. Ia harap masyarakat tidak tertipu lagi dengan gaya-gaya kampanye seperti itu. Siapa yang punya modal besar ia akan menang, pernyataan tersebut sudah tidak berlaku lagi. Masyarakat saat ini sudah cerdas dan kritis. Mereka ingin mencari wakil rakyatnya yang duduk di DPR maupun di DPD yang bisa mewakili daerahnya dan memperjuangkan aspirasi rakyat di daerahnya. Tidak seperti selama ini yang terjadi.

Para hadirin yang menyimak pidato singkat dan tanya jawab antara panelis dan calon juga diberi kesempatan untuk bertanya langsung. Beragam pertanyaan dan komentar dari hadirin ditujukan pada semua calon, terutama pada Taufiqurrahman Ruki. “Melihat banyak pertanyaan yang ditujukan pada saya ini mengindikasikan kalau saya calon paling favorit saat ini” katanya sambil tertawa. Pertanyaan mengenai willingness to change dalam politik di Indonesia ia jawab bukan hanya keinginan untuk berubah tapi berubah itu harus, to change is a must.

Di akhir acara, Professor diminta memberi closing statement oleh moderator. Dalam komentarnya sang Professor merasa senang dengan acara semacam ini. Dengan acara-acara seperti ini lembaga pendidikan, khususnya Perguruan Tinggi, punya peran dan andil dalam dunia demokrasi di Indonesia ini. Namun demikian para calon DPD sebagaimana calon-calon wakil rakyat lainnya di tingkat pusat agar jangan sampai melupakan bahwa Pendidikan adalah esensi dari kemajuan semuanya. Maka jangan sampai perhatian pada pendidikan diabaikan. Khusus untuk mencari figur wakil rakyat, ia memberikan pedoman dengan 5 K. K pertama adalah Konsep, harus jelas visi dan misinya yang tertuang dalam gagasan, ide dan cita-citanya. K kedua adalah Komitmen, apakah ia komit pada gagasan-gagasan yang ia terus menerus sampaikan sebagaimana juga akan diuji komitmennya pada rakyat. K ketiga adalah Konsisten, sejauh mana konsistensi dia terhadap gagasan dan komitmennya. K keempat adalah Kompetensi, jika punya gagasan, komitmen, dan konsisten tapi tidak kompeten, bagaimana bisa menjadi wakil rakyat. K yang kelima adalah Konektivitas, apakah jargon-jargon dan gagasan serta perbuatannya “konek” (nyambung) terhadap realitas masyarakat dan menjadi solutif buat masyarakat. Demikian yang bisa saya tangkap dari ujaran dari Professor. Namun sebelum kesempatan dikembalikan pada moderator untuk menutup, kembali Taufiqurrahman Ruqi nyeletuk “Kalau Pak Prof tadi hanya 5 K ada K yang keenam, K yang keenam adalah KPK”…sambil disambut ketawa kecut para hadirin…kampanye lagi, kampanye lagi.

Ciputat 4 Desember 2008

Bersama Membangun Keyakinan


Hari Rabu, 3 Desember 2008, Simpatisan HH31 menghadiri acara "Debat Publik" bedah Visi Misi Calon DPD Banten, yang diselenggarakan BEM Mahasiswa Universitas Tirtayasa. Acara tersebut menghadirkan 5 calon, termasuk H. Humaedi Hasan. Merupakan sebuah kebanggaan Humaedi Hasan masuk salah satu dari empat (4) calon yang terjaring dalam polling pengenalan mahasiswa terhadap calon-calon DPD. Padahal calon DPD propinsi Banten berjumlah 69 orang.
Ada sesuatu yang berbeda dalam acara ini. Ketika para calon 'sibuk' menjual diri dengan segudang prestasi dan janji, serta tingkat kepercayaan diri (PD) yang tinggi akan kelayakan dirinya menjadi calon DPD. Maka Humaedi Hasan, ketika tiba gilirannya bercerita tentang dirinya yang sampai hari ini belum bisa meyakinkan anaknya sebagai seorang ayah yang hebat dan patut dibanggakan. Menurut Humaedi Hasan tidak penting mengungkapkan apalagi membeberkan berbagai hal yang sudah dan akan dilakukan. Adik-adik mahasiswa pasti juga seperti anak saya. Yang harus saya katakan, bahwa saya bersyukur dan bangga menjadi orang Banten.
Simpatisan HH31 agak geregetan, melihat sang tokoh tidak mau memanfaatkan momentum untuk 'mendagangkan diri'. Ketika hal tersebut diungkapkan kepada HH, beliau menjawab:"Biarkan mahsiswa meyakinkan dirinya sendiri dan membaca apa yang ada di sekitarnya."

Wonderfull!!! Mahasiswa adalah masa depan. Mahasiswa adalah mata hati rakyat/masyarakatnya. Saat para tokoh 'teriak-teriak' tentang apa yang sudah dilakukannya, mahasiswa akan mendengar, melihat dan membaca.

Strategi komunikasi yang sangat bagus, terbukti keesokan harinya koran-koran lokal menyoroti gaya HH 'yang tidak biasa'.
Padahal yang biasa, setiap kandidat--kandidat apapun baik itu caleg ataupun DPD, tak peduli di manapun, pura-pura tak tahu diri, memanfaatkan situasi untuk kampanye langsung, dari mulai mengaku pendiri dan tokoh Banten, sampai pada bagi-bagi stiker dan foto berbagai pose dengan tokoh nasional bahkan dengan petinggi negara.
Ini juga terjadi pada acara tersebut. Padahah sudah diingatkan jauh-jauh hari oleh panitia, bahwa acara ini bukan 'ajang kampanye'. Kegiatan ini murni untuk memberikan parameter perkenalan kepada mahasiswa tentang calon-calon yang akan menjadi wakil Banten.
Humaedi Hasan sudah pada tempatnya, hanya memperkenalkan diri dan bercerita tentang dirinya. Biarkan siapa saja meyakinkan dirinya sendiri tentang apa yang akan dilakukan termasuk yang akan dipilih untuk mewakilinya.

Kamis, 04 Desember 2008

BRAVO UNTIRTA


DPD (Dewan Perwakilan Daerah), meski untuk yang ke dua kali dalam sejarah perpolitikan nasional, masih bernasib sama seperti pemilu sebelumnya. Masyarakat belum banyak yang tahu apa itu DPD, apalagi perannya. Berbeda dengan DPR atau DPRD masyarakat relatif sudah akrab.
Kerja keras teman-teman mahasiswa Untirta, merupakan yang pertama dalam sejarah kampus di Banten membuka ruang untuk 'membumi' dengan wacana hingar bingar politik. Bedah visi misi Calon DPD RI perwakilan Banten (3 Desember 2008), merupakan upaya positif membantu KPU/KPUD untuk mensosialisasikan DPD yang masih sangat minim di tengah masyarakat, terlebih lagi di kalangan pemilih pemula.

Bravo untuk UNTIRTA!

Jumat, 14 November 2008

RUUAPP

Hingar bingar pro kontra terhadap pengesahan RUU APP, dalam konteks daerah Banten yang bermotokan Iman dan Taqwa, maka HH berpandangan bahwa warga Banten mutlak hukumnya mendukung pengesahan RUU tersebut. Banten dalam kesejarahannya sangat kental dengan identitas dan simbol keagamaan maka menjadi konsekuensi logis untuk selalu mendukung produk kebijakan yang bertujuan menghindari kemafsadatan.
Tanpa mengurangi rasa toleransi pada yang berbeda pendapat, HH melihat bahwa RUU tersebut merupakan sebuah keinginan positif untuk menjaga, menghindari dan meminimalisir dampak pornografi yang sudah sangat masif, dan ini kalau mau jujur hampir semua mengakui. Tengok saja hasil penelitian beberapa tahun yang lalu;
Survei BKKBN 39,63 % anak remaja usia 15-24 tahun di enam kota di Jawa Barat, pernah berhubungan seks sebelum nikah. 80 % anak usia 9-12 tahun di Jabodetabek sudah mengakses materi pornografi. Dan materi pornografi ini tersebar bebas dan mudah diakses dalam media;VCD, internet, Handphone& majalah.
Dan di Banten, VCD porno, internet, handphone, majalah, bukan barang yang sulit di cari.

Kamis, 13 November 2008

Visi dan Misi

Visi dan Misi H. Humaedi Hasan dalam membangun komunikasi dengan masyarakat, sebagai bagian dari sosialisasi pandangan-pandangannya sebagai Calon DPD Banten.

Visi:


Dengan semangat bergotong royong mewujudkan masyarakat Banten sejahtera dan bermartabat

Misi
  1. Menumbuhkan Rasa Syukur kepada Yang Maha Kuasa; dengan landasan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa menciptakan optimisme dalam berkarya dan menghargai karya.
  2. Membangun kesadaran sebagai wakil tuhan (Khalifah fil ardl); membimbing hidup bertanggungjawab terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan alam
  3. Mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi soaial masyarakat dalam pembarantasan buta huruf dan kemiskinan; memfasilitasi kemudahan akses terhadap buku, membangun jaringan Rumah Baca, membuka peluang ekonomi dari, oleh dan untuk masyarakat.
  4. Mendorong kesadaran diri dan masyarakat untuk bertindak dan bertingkahlaku sesuai dengan keyakinannya; mendorong toleransi dan menghargai perbedaan-perbedaan yang bertanggngjawab dan bisa dipertanggungjawabkan.
  5. Membumikan landasan kasih sayang dalam berbagai akvitas kehidupan; menjauhi saling curiga, rasa bermusuhan dan saling menyalahkan.

29 Oktober 2008 Selamat Datang Tangsel

Dalam kapasitasnya sebagai orang yang mempunyai tempat tinggal di Ciputat, H. Humaedi Hasan mengungkapkan kegembiraannya atas terbentuknya kota Tangsel menjadi daerah otonom. Diharapkan setelah menjadi daerah otonom Tangsel akan mampu berbenah diri, membangun kemandirian dan sejajar dengan daerah-daerah maju lainnya.

"Dengan penuh rasa Syukur,
kita sambut terbentuknya kota Tangsel
Mari bersama membangun karya."

Menurut HH, setelah disahkan, menjadi daerah otonom baru hasil pemekaran dari kabupaten Tanggerang, kota Tangsel (Tangerang Selatan) yang meliputi delapan kecamatan: Ciputat, Ciputat Timur, Setu, Cisauk, Pondok Aren, Serpong, Serpong Utara dan Pamulang) hal yang harus segera dilakukan di antaranya:
Pertama: Melakukan penguatan kelembagaan Tangsel
Kedua : Melakukan posisioning; sekarang Tangsel ada di mana.
Dua tahun ke depan di mana dan mau ke mana.
Ketiga : Sosialisasikan kepada masyarakat

Rabu, 12 November 2008

28 Oktober, 100 tahun Kebangkitan Indonesia

Banyak pendapat dan pandangan berkaitan dengan momentum 100 tahun kebangkitan bangsa Indonesia. Ketika hal ini ditanyakan kepada H. Humaedi Hasan, beliau mengatakan bahwa tahun 2008 menjadi momen penting bagi kita untuk memprakarsai sebuah kebangkitan baru. Jika momen 1908 menyemaikan cita-cita kemerdekaan, 1928 mempertegas, 1945 mewujudkan cita-cita itu, maka tahun 2008 dengan mengikuti alur sejarah “continuity and change”, maka peran yang harus dimainkan harus melintasi sekaligus tiga zaman, masa lalu, masa kini dan masa depan, yakni perpaduan kesadaran historis, kesadaran realistik, dan kesadaran futuristik, membentuk segitiga utuh. Kesadaran historis semata akan melahirkan romantisme. Hanya ada kesadaran realistik akan melahirkan pragmatisme. Kesadaran futuristik, yang lahir adalah pemimpi. Beberapa kekuatan yang harus dibangun:

1. Kebangkitan Mental

Sikap mental yang selalu enggan melakukan perubahan, memelihara pola pikir yang negatif, selalu mengatakan tidak bisa, pasti gagal, kemalasan, ketidakdisiplinan, iri hati, atau bahkan kehilangan kepercayaan diri sebagai bangsa yang besar adalah sebagian besar karakter yang harus dihancurkan. Mendesak untuk membangun sebuah kebangkitan mental yang baru. Sebuah mental untuk memberikan yang terbaik kepada bangsa ini lewat peran dan karya masing-masing anak bangsa.

2. Kebangkitan Semangat dan Kebersamaan
Situasi apapun yang pernah melanda bangsa ini, tidak seharusnya mengecilkan semangat kita semua untuk tetap bangkit dan menjadi bangsa yang besar. Semangat untuk berjuang dan meraih yang terbaik di segala bidang hendaknya menjadi sebuah kultur yang dipedomani oleh segala lapisan masyarakat. Tak sedikit dari kita ketika masalah datang, musibah terjadi, himpitan ekonomi yang ada menciptakan sebuah krisis semangat dan kepercayaan diri menatap masa depan, atau bahkan ironisnya dijadikan momentum untuk saling menyalahkan pihak-pihak terkait. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini seharusnya diubah. Sikap sportif dan kerjasama yang sinergislah yang dibutuhkan.

3. Kebangkitan Moral

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sebuah perbedaan, bangsa yang bisa menghormati satu sama lain, bangsa yang mengedepankan hak asasi manusia, bangsa yang memiliki integritas yang tinggi, bangsa yang menjunjung nilai-nilai yang positif. Bukan saatnya lagi saling menjatuhkan, melakukan tindak kekerasan terhadap kaum lemah, saling menuding, ketidakjujuran, melakukan praktek-praktek korupsi, melakukan pengrusakan, memicu konflik, menutupi kebohongan dari masyarakat. Seseorang tidak hanya dilihat dari sisi intelektual saja, tetapi juga dari sisi bagaimana ia berperilaku dan memiliki sikap yang positif di lingkungan. Begitupun dengan sebuah bangsa, tidak hanya dilihat dari seberapa besarnya sumber kekayaan alamnya, tapi juga dilihat pribadi-pribadi di dalam sebuah bangsa itu sendiri bagaimana ia berperilaku. Integritas dan karakter bangsa akan dibangun oleh individu-individu didalamnya, yakni individu-individu yang berpijak pada tiga komponen karakter yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling (perasaan tentang moral) dan moral action (perbuatan moral). Mari bersama kita bangkit dengan membangun sebuah bangsa yang beretika baik dan memiliki karakter kompetensi (competence), keinginan (will) dan kebiasaan (habit).

Jalan bangsa ini terbentang panjang, harapan di depan mata terbentang.
Ini bukan pekerjaan satu dua atau golongan, tapi tugas dan tanggung
jawab kita semua.

10 Nopember, Quo Vadis Pahlawan !

Setiap tanggal 10 Nopember, bangsa Indonesia memperingati hari pahlwan. Upacara rutin mengenang tokoh-tokoh pendiri bangsa yang telah tiada dan para pejuang yang telah gugur diadakan di berbagai sekolah dan instansi pemerintah, termasuk di istana kepresidenan. Setiap tanggal 10 Nopember, penganugerahan gelar Pahlawan diberikan kepada tokoh-tokoh atau pejuang yang dianggap berjasa bagi bangsa. Pahlawan kita setiap tahun menjadi bertambah.
Humaedi Hasan, ketika ditanya bagaimana tanggapannya tentang pahlawan mengatakan, bahwa dalam konteks kekinian, bangsa kita sedang menunggu hadirnya pahlawan-pahlawan nyata. Di tengah berbagai persoalan yang melanda bangsa kita, mendesak muncul pahlawan-pahlawan yang membawa, memberi dan melakukan solusi.Yang terpenting, karena akar dari keterpurukan bangsa adalah mental korup, maka yang layak disebut pahlawan adalah kalangan yang membebaskan diri dan bangsanya dari mental korup.
Quo Vadis Pahlawan !

Ucapan Selamat untuk KPU, KPUD, para Caleg dan Calon DPD

Sejak awal terpilihnya Pengurus KPU baru, dari mulai tingkat Pusat sampai daerah, bertubi-tubi kritikan melanda lembaga ini. Mulai dari tuduhan pemborosan, unefisiensi sampai ancaman gagalnya Pemilu 2009. Sedikit kalangan yang memberi apresiasi positif terhadap kinerja KPU. Humaedi Hasan, salah seorang dari yang sedikit itu mengatakan; kita harus realistis dan bijak. Betul pasti banyak kekurangan, tetapi itu tidak harus membuat kita apriori dan selalu berfikir negatif. Beri kesempatan, sekaligus ciptakan suasana dan dukungan kondusif sehingga mereka bisa melaksanakan tugas dengan baik. Kritik diperlukan, tetapi dalam konteks membangun dan menciptakan yang lebih baik. Begitu pula kita perlu memberikan apresiasi positif terhadap kinerja yang telah dihasilkan. Meski sangat mungkin ada kekurangan dan membawa ketidakpuasan. Dalam kaitan ini, Humaedi Hasan dengan tulus memberikan ucapan selamat atas apa yang telah berhasil dikerjakan oleh KPU dalam mempersiapkan tahapan-tahapan Pemilu.

Selamat,
atas penetapan Daftar Calon tetap (DCT) DPR, DPD, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/kota. Semoga KPU dan KPUD seluruh Indonesia selalu sukses dalam menjalankan tahapan-tahapan kegiatan Pemilihan Umum.

Selamat,
bagi calon-calon yang telah ditetapkan, semoga terpilih dan dalam menjalankan tugas nanti mendapat penilaian baik dari rakyat Indonesia.

Suara rakyat, suara kedaulatan. Untuk Indonesia kita dipilih dan memilih.


Humaedi Hasan

Kamis, 06 November 2008

Pondok Modern Indonesia

Humaedi Hasan adalah alumni Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo Jawa Timur angkatan 1980. Pada acara "Silaturahmi dan Temu Kangen IKPM (Ikatan keluarga Pondok Modern) Gontor yang diadakan di aula Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berbicara di hadapan para alumni santri Gontor tentang harapannya membangun "Pondok Modern Indonesia". Menurutnya, Pondok Modern Gontor adalah miniatur sebuah bangsa yang, adil, egaliter dan menghargai pluralitas. Para santri belajar nilai-nilai kejujuran, persamaan, keadilan, kebaikan universal dan keberpihakan pada kebenaran. Dengan mengutip wasiat dari KH. Imam Zarkasyi bahwa "Gontor di atas dan untuk untuk semua golongan", Humaedi Hasan menegaskan bahwa wasiat ini dimaknai sebagai pondasi untuk membangun kesatuan dan persatuan. Dalam kaitan ini, HH mengatakan, para alumni santri Gontor, dengan sebarannya yang sangat luas meliputi seluruh pelosok Nusantara, Asia Tenggara, bahkan dunia, sudah saatnya bersatu "Membangun Pondok Modern Indonesia". Sebuah spirit kebangsaan yang memposisikan rakyatnya dengan adil, sama di mata hukum, egaliter, mandiri dan kreatif. Sebuah negara yang berada di atas dan untuk semua.
Site Meter