Kamis, 18 Desember 2008

Surat dari Robi Muhamad

Dulur Humaedi,
ini ada sedikit artikel dari rekan kami, mungkin bisa membantu sebagai masukan.


Sedikitnya ada tiga alasan mengapa seseorang menjadi
golput.Pertama,
seseorang menjadi golput karena di luar kehendak; misalnya sebetulnya
ingin memilih tetapi karena suatu hal —misalnya sakit parah—dia tidak
memilih.Kedua, golput sebagai pernyataan politik yang mengisyaratkan
ketidakpercayaan pada sistem yang ada.Ketiga, golput menganggap memilih bukan
perilaku rasional karena tidak memberi keuntungan apa-apa bagi diri
sendiri.Untung-rugiSeseorang
dikatakan berperilaku rasional jika perilakunya didasarkan pada
penghitungan untung-rugi. Jika seseorang memilih perilaku yang paling
menguntungkan dirinya, perilaku itu dianggap rasional. Ikut memilih
dalam pemilihan presiden apakah rasional atau bukan? Apa untungnya
memberikan satu suara di antara ratusan juta suara lain?Memang
satu suara yang diberikan hampir pasti tidak memengaruhi hasil
pemilihan presiden. Di antara sekitar 170 juta pemilih, pengaruh satu
suara bisa diabaikan. Karena itu, kelihatannya memilih dalam pemilihan
presiden bukan tindakan rasional karena kemungkinan suara yang
diberikan memengaruhi hasil pemilu presiden amatlah kecil.Argumen
ini bisa diperluas, bukan hanya sekadar tindakan memilih tetapi juga
apakah rasional bagi kita untuk peduli proses pemilihan presiden secara
umum. Jika suara kita tidak bisa memengaruhi hasil pemilihan presiden,
untuk apa kita menghabiskan waktu dan energi mendengarkan janji-janji
yang disampaikan para calon presiden?Bagi masing-masing
individu, memilih memang tidak rasional. Tetapi hasil pemilihan ini
berdampak bagi 250 juta orang Indonesia. Misalkan, presiden baru
terpilih bisa meningkatkan kualitas hidup orang Indonesia sebesar Rp
100.000 secara rata-rata, maka memilih presiden mirip dengan mengambil
undian gratis dengan hadiah Rp 2,5 triliun.Jadi, meski kecil
kemungkinan suara pilihan kita menentukan pemenang pemilu presiden,
dampaknya amat besar. Dalam ilmu statistik, hal ini dikenal sebagai
peristiwa yang memiliki probabilitas kecil, tetapi nilai ekspektasinya
besar.Nilai ekspektasi adalah hasil perkalian dari probabilitas
kejadian dengan dampak kejadian sehingga meski probabilitasnya kecil,
jika dampaknya besar, ekspektasinya besar pula. Probabilitas adalah
konsep abstrak, tetapi nilai ekspektasi mempunyai nilai riil; dalam
contoh itu adalah uang Rp 2,5 triliun. Jadi, pilihan rasional bukan
memilih hanya berdasarkan probabilitas tertinggi, tetapi memilih
berdasarkan nilai ekspektasi tertinggi.Perilaku rasionalDari
paparan itu terlihat, memilih termasuk perilaku rasional, asal
keuntungan yang dimaksud bukan keuntungan pribadi tetapi keuntungan
sosial. Dengan kata lain, memilih berdasarkan dampak sosial memiliki
ekspektasi jauh lebih besar daripada memilih berdasarkan dampak
pribadi. Artinya, pemilih rasional tidak memilih kandidat yang
dipercaya akan memberi keuntungan pribadi, tetapi kandidat yang
dipercaya akan memberi keuntungan untuk seluruh rakyat.Hasil
penelitian beberapa ilmuwan politik di Columbia University, New York,
memperlihatkan pemilih di AS memilih berdasarkan keuntungan
(preferensi) sosial, bukan individu. Penemuan ini membantah pendapat
dari sebagian ekonom—misalnya ekonom Steven Levitt pengarang buku
populer Freakonomics—yang menganggap memilih dalam pemilu tidak
rasional karena tidak memberi keuntungan pribadi.Mencoblos dalam
pemilu bisa dianggap perilaku rasional. Kuncinya adalah memperluas
definisi perilaku rasional itu. Kebanyakan ekonom dan ilmuwan sosial
menganggap rasionalitas didasarkan keuntungan individu; di sini
rasionalitas sama dengan egoisme. Padahal, perilaku rasional dapat juga
didefinisikan bukan hanya sebagai perilaku yang memberikan keuntungan
pribadi, tetapi juga perilaku yang memberi keuntungan sosial.Dalam
kasus perilaku memilih dalam pemilu malah tidak rasional jika seseorang
bertindak egois. Sebab, seorang egois hanya memikirkan keuntungan
pribadi, sedangkan mencoblos dalam pemilu tidak memberi keuntungan
pribadi.Dalam konteks pemilihan umum jika Anda ingin menjadi
orang rasional, ikutlah memilih dan pilih kandidat yang dipercaya
membawa kebaikan bagi negara secara umum, bukan baik bagi Anda saja.
Jika Anda memilih hanya untuk kepentingan pribadi, Anda tidak rasional.

Salam,
Ris

Disunting dari Bantenlink.com, Kamis, 7 Agustus 2008

5 Calon DPD Umbar Janji ke Mahasiswa

SERANG – Lima calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Provinsi Banten mengumbar janji di depan puluhan mahasiswa Untirta, Rabu (3/12).
Dalam Diskusi Publik Kontroversi antara Sensasi Pribadi dan Prestasi itu, hadir Taufiqurahman Ruki, M Ali Soerohman, Humaedi Hasan, Isbandi, dan Matin Syarkowi, yang menyampaikan visi misi masing-masing.
Selain memaparkan visi dan misi, kelima calon anggota DPD itu juga membagikan materi yang berisi uraian visi dan misi mereka. Salah seorang panitia dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Untirta yang namanya tak ingin disebutkan mengungkapkan, sebenarnya para calon anggota DPD yang diundang tidak diperkenankan membagikan materi yang secara implisit dikatakan kampanye. “Seharusnya di materi jangan ada foto plus nomor urut. Kampanye sekali,” tuturnya.
Saat sesi penyampaian visi dan misi, Taufiqurahman Ruki mengatakan, agar para masyarakat memilih pemimpin berdasarkan kompetensi bukan popularitas semata. “Saya juga turut andil sebagai penggagas dalam pembentukkan Provinsi Banten, jadi saya pikir kalau yang mewakili daerahnya harus berdomisili di daerah tersebut,” tuturnya.
Sementara itu, Humaedi Hasan saat menyampaikan visi dan misinya justru lebih tepat dikatakan sebagai pengenalan diri. Selama waktu yang diberikan panitia yakni 15 menit, Humaedi lebih banyak menceritakan dirinya sendiri.

Radarbanten.com,Kamis, 04-Desember-2008, 08:18:18

Persoalan Etika Dinilai Telah Makin Ditinggalka

Dari Guar Budaya dan Pentas Seni Pandeglang
Etika sudah semakin ditinggalkan dalam kehidupan keseharian. Nilai luhur telah terkalahkan nilai benar dan salah. Dasar pemikiran tersebut menjadi bahan diskusi dalam dialog budaya beberapa elemen masyarakat Pandeglang, Sabtu (1/3).
MENES
PERSOALAN etika tampaknya sudah menjadi masalah akut di negeri ini. Bahkan beberapa kalangan menilai, munculnya masalah multidimensi di negeri ini juga akibat terjadinya degradasi moral di berbagai kalangan. Dengan keprihatinan ini, LSM Banten Heritage mencoba membahasnya dalam sebuah dialog yang melibatkan beberapa kalangan, seperti birokrat, politisi, tokoh masyarakat, budayawan, aktivis LSM, dan mahasiswa.
Dialog yang dikemas dalam Guar Budaya dan Pentas Seni Pandeglang ini digelar di Alun-alun dan Pendopo eks Kewedanaan Menes, Sabtu (1/3). Dari politisi tampak hadir Saris Priada, Babay Sujawadi, Akhmad Baehaki (DPRD), Dede Biul, Yayat Hasrat, dan Ade Humaedi Hasan (tokoh politik). Dari birokrat tampak, Kurdi Matin dan Ali Fadilah (Pemprov Banten), serta AKP Abdul Majid (Kasat Intelkam Polres Pandeglang). Pengusaha tampak Hadi Mulyana dan akademisi hadir Ali Nurdin (dekan FISIP Unma). Sementara dari aktivis LSM dan mahasiswa tampak Tb Nuruzaman, Edi S, Habibi Arafat, Herdiyansyah, Suhada, dan lain-lain.
Dalam dialog dengan format tanpa pembicara utama karena ingin menghilangkan kesan menggurui itu, terungkap keinginan yang kuat untuk membangun etika kehidupan berbangsa. Peserta dialog melibatkan banyak kalangan karena etika kehidupan berbangsa itu meliputi, etika politik pemerintahan, hukum dan keadilan, sosial budaya, keilmuan, lingkungan, dan ekonomi bisnis.
“Kami menilai, persoalan etika sudah semakin ditinggalkan dalam kehidupan keseharian. Nilai budi luhur telah terkalahkan oleh nilai benar dan salah. Kami berharap, dari dialog ini ada formulasi dan komitmen dari semua peserta dialog akan pentingnya membangun kembali etika kehidupan berbangsa,” ujar Saris Priada, peserta dialog yang diamini Suhada, Ketua Pantia Dialog dari LSM Banten Heritage.
Selain menghasilkan komitmen bersama dalam membangun etika kehidupan berbangsa, dipentaskan pula seni tradisional dan modern, seperti debus, ubrug, dan band. “Sebetulanya yang ingin kami angkat, tradisi urut Cimande pada bulan Mulud yang ada hampir di tiap desa,” kata Furkon, pimpinan debus Al Madad. (*)

radarbanten.com, Senin, 03-Maret-2008, 07:13:11

Konflik PPP Banten

SERANG- Konflik internal di tubuh DPW PPP Banten mengundang keprihatinan dari kader PPP. Salah satu kader PPP, Chumaedi Hasan, menilai para pengurus DPW PPP Banten sebaiknya islah.
“Itu menunjukkan dinamisme partai. Tapi kalau ada konflik tidak ada islah itu menunjukkan anarkisme dan arogansi partai,” kata Chumaedi dalam pernyataan tertulis yang diterima Radar Banten, Rabu (2/4).
“Jadi PakYayat (Sekretaris DPW PPP) dan Pak Dimyati harus islah. Kalau pemimpin saja gontok-gontokan kepada siapa masyarakat harus belajar dan bercermin,” sambungnya. Jika persoalan terletak pada Muscab DPC PPP Kota Serang yang belum sesuai AD/ART, kata Chumaedi, serahkan saja ke Majelis Pakar untuk mengkaji, menganalisa, dan memberikan fatwa.

Disunting dari Harian Radar Banten, Kamis, 03 April 2008

Pemaparan Visi Misi PPP Diundur

RANGKASBITUNG – Peta politik Pilkada Lebak terus berubah-ubah dan semakin memanas.
Suhu politik di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terus bergolak sebab hingga saat ini belum bisa dipastikan bakal calon bupati dan wakil bupati yang akan diusung partai berlambang Ka’bah tersebut. Bahkan, rencana penyampaian visi misi balon bupati dan wakil bupati yang telah mengembalikan berkas ke panitia penjaringan di PPP diundur sampai dengan waktu yang tidak ditentukan. Padahal panitia menjadwalkan akan menggelar visi misi bakal calon hari ini, Selasa (22/4) ini.
“Insya Allah, Rabu (23/4), PPP baru akan menggelar rapim untuk menentukan waktu digelarnya penyampaian visi misi. Mudah-mudahan bisa dilakukan pekan ini juga,” kata KH Wawan Gunawan, Ketua Tim Penjaringan Balon Bupati dan Wakil Bupati Lebak PPP, di sekretariat PPP, Senin (21/4).
Pengunduran jadwal penyampaian visi misi dengan waktu yang tidak ditentukan ini mengundang berbagai pertanyaan dari sejumlah pihak. Diduga kuat, PPP mengundurkan tahapan penjaringan karena ada beberapa poin kontrak politik yang belum deal dengan salah satu calon.
Salah satunya diungkapkan oleh Humaedi Hasan, mantan calon anggota DPR RI dari PPP. Kata dia, patut dipertanyakan mengapa penyampaian visi misi itu berubah tanpa kepastian waktu pengundurannya.
“Saya amat mencurigai ada skenario politik yang belum berjalan sehingga tahapan penyampaian visi misi harus diundur dengan waktu yang tidak ditentukan,” kata Humaedi Hasan, mantan calon anggota DPR Pusat dari PPP mengamati peta politik Pilkada di Kabupaten Lebak. (asa)

Rabu, 17 Desember 2008

Disiplin Ilmu (Panelis dalam acara MAPABA PMII Banten)

Minggu Malam, 14 Desember 2008, kurang lebih pukul 9.30 wib, setelah sejak pagi berkeliling bertemu dengan berbagai elemen masyarakat, H. Humaedi Hasan menjadi pembicara dalam acara MAPABA PMII yang diselenggarakan di Kadu Tomo, Jiput, Menes Pandeglang. Acara tersebut dihadiri oleh perwakilan-perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Banten.
Dalam sesi tanya jawab ada sebuah pertanyaan:"Mengapa sebagai khalifah fil Ardhi Nabi Adam dan Siti Hawa berada di surga dahulu?
Menjawab pertanyaan tersebut Humaedi Hasan memberikan penjelasan yang cukup baru dalam melakukan penafsiran sebuah kisah dalam al-Qur'an. Karena saat itu berbicara tentang disiplin ilmu pengetahuan, maka Humaedi Hasan menjawab pertanyaan tersebut dalam paradigma pengetahuan. Menurut Humaedi Hasan, proses penciptaan Adam sebagai khalifah di muka bumi adalah sebuah kisah ilmiah. Allah menciptakan wakil-Nya di muka bumi, dengan tujuan yang jelas, yakni mewakili-Nya membangun surga. Adam sang wakil, diberikan pengalaman langsung bagaimana memperlakukan bumi. Bumi yang kelak akan dipimpinnya harus punya target yang jelas, yakni menjadi surga, baldatun toyyibatun wa robbun ghafur.
Seandainya Adam dan Hawa dalam kapasitasnya sebagai khalifah fil ardhi tidak mengalami proses sebagaimana yang sudah digambarkan dalam Al-Qur'an; dimasukan ke surga dahulu, lalu diturunkan ke bumi, maka ilmu pengetahuan akan kesulitan melakukan verifikasi faktual/empirik. Manusia sebagai kahlifah fil ardhi adalah sebuah kesia-siakan dan hanya mitos.
Bagi Humaedi Hasan, tujuan ilmu pengetahuan sesungguhnya adalah bagaimana menjadikan manusia menjadi wakil Tuhan dalam rangka mewujudkan cita-cita Tuhan yang di muka bumi yang terangkum dalam sifat-sifat-Nya.
Dalam kerangka Ilmu pengetahuan yang meliputi aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis. jawaban kontemplatif Humaedi Hasan memiliki relevansi yang kuat. Menantangnya, apakah kisah-kisah dan persoalan-persoalan lain bisa dijawab dalam paradigma seperti ini, mari kita buktikan! Al-Quran sesuai dengan ilmu penegtahuan bukan hanya jargon!





Selasa, 09 Desember 2008

Dialog Aktual di TVRI 8 Desember 2008


Selasa malam, 8 Desember 2008 pukul 23.00 wib, menyaksikan Dialog Aktual dengan tema "Semangat Berkurban Dalam Menghadapi Krisis" di TVRI. Dialog tersebut di antaranya menampilkan Humaedi Hasan sebagai tokoh masyarakat Banten.
Banyak hal inspiratif yang dilontarkan oleh Humaedi Hasan dalam dialog tersebut. Berbicara tentang ibadah kurban, Humaedi Hasan mengatakan bahwa ibadah kurban harus sudah inhern sebagai kebutuhan, dan bukan karena tuntutan apalagi karena ingin dilihat(demonstratif).
Ketika muncul pertanyaan apakah mungkin kurban yang selama ini hanya difahami sebagaimana tuntunan syari'at, yakni menyembelih hewan, menjadi jawaban bagi krisis multidimensi yang sedang melanda negeri kita, seperti masalah pendidikan dan kemiskinan?
Humaedi Hasan mengatakan bahwa ibadah kurban sangat
bisa menjadi jawaban bagi berbagai persoalan. Dalam kaitan ini Humaedi Hasan memandang perlu mendudukan dulu apa yang menjadi rukun (dasar) dan tidak dalam agama kita. Kita mempunyai rukun Islam 5; sahadat, shalat, zakat, puasa dan naik haji. Ibadah kurban tidak termasuk ke dalam rukun, karena itu sangat perlu selalu melakukan konstektualisasi sesuai dengan ruang dan waktu. Jika selama ini ibadah kurban baru dilakukan sebatas tuntutan ibadah/ketaatan, dan masih bernilai konsumtif; karena setelah pemotongan, biasanya daging korban langsung dibagi-bagi habis. Maka sekarang dibutuhkan upaya pemberdayaan yang bernilai produktif dan menjadi jawaban terhadap persoalan-persoalan yang sedang dihadapi. Humaedi Hasan melontarkan gagasan progresif, bahwa sangat mungkin dan sangat bisa hewan diganti dengan buku, atau dengan membangun sekolah-sekolah dll., sesuai dengan kebutuhan dan situasi mendesak yang sedang dihadapi.
Menurut Humaedi Hasan, Tuhan sudah memberi pelajaran: Pertama, ketika Nabi Ibrahim diminta mengurbankan/menyembelih anaknya, Tuhan mengajarkan bahwa sesuatu yang dikurbankan haruslah sesuatu yang berharga dan dicintai. Kedua, Ismail diganti dengan domba, mengajarkan bahwa kontekstualisasi sudah dilakukan sendiri oleh Tuhan. Bayangkan jika sampai terjadi penyembelihan Ismail, siapa yang akan memakan dagingnya?
Persoalan kemudian adalah bagaimana secara teknis melakukan reformulasi potensi kurban yang yang tidak hanya memiliki daya vertikal, tetapi sekaligus horisontal, bernilai sosial dan menjadi jawaban bagi persoalan-persoalan sosial.
Dalam kaitan ini Humaedi Hasan, melihat bahwa secara teknis harus dilakukan melalui sebuah manajemen. Dan lagi-lagi Tuhan sudah memberi contoh tata aturan yang jelas, di antaranya manajemen shalat berjamaah. Sejak aturan berbaris, sampai kalau terjadi kesalahan sudah diatur sedemikian rupa. Dalam konteks ini, semangat berjamaah shalat, termasuk tanggungjawab kebersamaan terhadap kontrol/pengawasan kekhilafan /
kesalahan sangat potensial diterapkan dalam berbagai lembaga pengelolaan, baik itu lembaga bisnis, lembaga sosial, ormas, lembaga birokrasi termasuk perguruan tinggi.
Lalu bagaimana dengan Banten? Dalam pandangan Humaedi Hasan, Banten harus bersyukur memiliki mitos sebagai masyarakat agamis, heroik, bergotong royong dan memiliki sopan-santun. Persoalannya, gempuran kapitalisme yang melanda dunia tanpa pandang bulu dan begitu cepat menjadikan masyarakat Banten Shock culture sehingga belum mampu memformulasi diri dan bersiap dalam menghadapinya. Inilah yang harus dipikirkan secara bersama-sama
Site Meter